You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Darma
Desa Darma

Kec. Darma, Kab. Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Selamat Datang di website Resmi Pemerintah Desa Darma Kuningan Jawa Barat Darma Mandiri Kuningan Maju Jabar Juara

Sekilas Sejarah Desa

Administrator 06 Juli 2023 Dibaca 1.024 Kali
Sekilas Sejarah Desa

Sumber dari penelusuran jejak karuhun (jejak nenek moyang);

Pada jaman Kerajaan Pajajaran Pakuan nama Darma telah tercatat didalam Naskah Bujangga Manik sebagai sebuah tempat yang sempat dikunjungi oleh seorang kesatria di kraton Prabu siliwangi yang gemar berkelana, masuk pada wilayah kekuasaan Kerajaan  Kuningan yang saat itu namanya masih Kajene dipimpin oleh Mulawarman, kemudian berubah menjadi Kuningan dan bergabung ke Kasultanan Cirebon setelah Cirebon dipimpin oleh Syeh Sarif Hidayatullah atau sering disebut Sunan Gunungjati.

Pada saat itu muncul pedukuhan-pedukuhan di Kuningan termasuk Darma. dalam Wangsit Damarwulan disebutkan Darma Berdiri 9 tahun 7 bulan setelah Syeh Syarif Hidayatullah dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Cirebon (Kasultanan Cirebon), Datuk Kaliputah yang datang dari Aceh untuk berguru ke Syeh Syarif Hidayatullah kemudian mendapat tugas menyebarkan dan memperkuat Islam di daerah perbatasan dengan Kerajaan Talaga Manggung bersama dua rekannya yaitu Syech Karibullah dan Syech Rama Haji Ireungan. Syech Rama Haji Ireungan  datang ke Darma lebih dulu dua hari kemudian menyusul Syech Karibullah dan 12 hari kemudian baru Syech Datuk Kaliputah. Kalau dirunut dari tahun dinobatkannya Syech Syarif Hidayatullah sebagai Raja tahun 1492M maka Pedukuhan Darma berdiri sekitar tahun 1502 M.

Kepercayaan Masyarakat Darma sebelum Islam masuk menganut kepercayaan animisme dan dinamisme mereka menyembah pohon-pohon dan batu besar, persembahan mereka dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti misalnya mau tandur dan panen hasil bumi. sedangkan tempat yang digunakan untuk pemujaan adalah pohon dan batu besar di Balong Girang dengan sebuah upacara yang dipimpin oleh orang yang dituakan waktu itu yaitu Ki Jantika, ritual mereka menyuguhkan sesajen mulai dari rujak-rujakan, arak, kopi, daweugan(kelapa muda), congcot(tumpeng), bakakak(bekakak ayam) dan lain sebagainya persembahan mereka katanya untuk para leluhur yang menjaga darma dengan tokoh terkenalnya yaitu Embah Utun. Embah Utun sendiri adalah  tokoh jin kapir yang menyesatkan masyarakat Darma dan kemudian menjadi petaklukan Datuk Kaliputah atau lebih dikenal dengan Embah Damarwulan dan kemudian masuk Islam dan menjadi pengikut setia Damarwulan.

Sebetulnya pada saat Syech Datuk Kaliputah datang ke darma Masyarakat sudah banyak yang memeluk Agama Islam hanya saja masih lemah dan perlu penguatan terlebih lagi saat itu sedang terjadi pergolakan antara Galuh Pajajaran dengan Kerajaan Cirebon sehingga dibangunlah pos-pos Penjagaan sebagai benteng pertahanan dari kemungkinan serangan Kerajaan Galuh Pajajaran. Darma dibentuk dari Siloka Darajat yang 5 (Lima) yang merupakan motto atau visi misinya(dalam bahasa kekinian) Pemimpin Darma yang pertama yaitu Datuk Kaliputah, siloka derajat yang 5 itu adalah;

  1. Dawamkeuna
  2. Artikeuna
  3. Rasakeuna
  4. Mernahkeuna
  5. Amalkeuna

 

  1. D; “dawamkeun kalimah-kalimah muja kanu kawasa” ini adalah merupakan anjuran sekaligus keinginan Datuk Kaliputah yang bersifat umum untuk seluruh masyarakat Darma yang boleh jadi pada waktu itu masih heterogen dari sisi kepercayaan ketuhanan, ada kasundaan, hindu-budha dan Islam. Walaupun beliau mengemban misi penyebaran Islam beliau masih mengayomi masyarakat dengan kepercayaan lain Dan untuk Islam sendiri adalah merupakan anjuran untuk melaksanakan Ibadah kepada Allah sesuai dengan Rukun Islam yang Lima, sebab “kalimah muja kanu kawasa” semuanya tercermin dalam Rukun Islam.
  2. A; “artikeuna ku elmu pangaweruh” maknai kalimah-kalimah muja kanu kawasa dengan ilmu pengetahuan, sebab kalimah muja kanu kawasa harus tercermin dalam setiap asfek kehidupan social ekonomi, politik, agama dan budaya. Ini adalah sebuah cita-cita yang luhur bahwa darma harus dibangun dan maju dengan Ilmu pengetahuan baik Agama maupun umum.
  3. R; “rasakeun kaendahan jeung kaagungan ciptaana” camkan dalam hati bahwa betapa besar ciptaan yang maha kuasa sehingga masyarakat darma harus lebih banyak mawas diri dan introsfeksi, jangan sombong dan takabur, jangan mengumbar nafsu sebab kita sebagai makhluk tak punya daya dan upaya kecuali atas kehendakNya.
  4. M; “mernahkeun nikmat-nikmatna, tasyakur binikmat” Datuk Kaliputah menganjurkan kepada masyarakat untuk selalu bersyukur kepada yang Maha Kuasa atas segala nikmat yang telah dilimpahkanNya.
  5. A; “amalkeun najan sasieureun sabeunyeureun” mengadung arti bahwa segala sesuatu yang telah kita miliki harus pula dapat dirasakan oleh yang lain, sekecil apapun Ilmu dan Harta yang kita miliki harus bisa memberikan manfaat kepada yang lain, ta awanu alal birri wat taqwa wala ta awanu alal itsmi wal udhwan “ tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam keburukan dan kekufuran.

Maka apabila DARMA ini dilaksanakan akan terbangunlah sebuah negri Baldatun Toyyibatun Warobbun Gofur sebuah negri yang aman, tentrem loh jinawi sebuah negri yang subur makmur dipenuhi Rohmat/magfiroh Allah yang dibingkai (anu diwengku) dengan Ilmu Pengetahuan.

Darmaloka yang diambil dari kata dharma dan aloka, dharma yang berarti ajaran yang dianut masyarakat dan aloka adalah tempat yang digunakan untuk ritual kepercayaan. kemudian kanjeng syeh mengambil kata "darma" nya untuk digunakan atau dipakai nama sebuah pedukuhan (Pedukuhan Darma) dengan merubah pondasinya bukan lagi dharma sebagai ajaran kepercayaan namun DARMA dengan "5 siloka darajat" sebagaimana yang diuraikan di atas.

Tabel 1

Priode Kepemimpinan Desa Darma

Tahun

Kuwu

Ket

1502-1527

Syeh Datuk Kaliputah (Damarwulan)

Satu kurun waktu dengan syeh sunan gunungjati

1527-1782

Tidak tercatat

Tidak diketahui

1782-1822

Kyai Moh. Yusuf Syafe’i

 

1822-1852

 Ginding

 

1852-1892

 Atma Dhisastra

 

1892-1922

 A.   Abdul Muti

 

1922-1923

Madra

 

1923-1943

H. Ahmad Syafe’i

 

1943-1953

Mamdukat ( H. Emod )

 

1953-1965

Unjat ( H. Enur )

 

1965-1998

Alwi Hadad

 

1998-2007

H. A. Hidir

 

2007-2013

Yadi Juharyadi

 

2013-2019

H. Totong Yudi Murtado

 

2019-Sekarang

Yadi Juharyadi

 

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image